bacakoran.co

Hasil Penelitian: Pekerja Tempuh Perjalanan ke Kantor Lebih dari 60 Menit Lebih Mudah Depresi, Kok Bisa?

Pekerja yang menghabiskan perjalanan pergi-pulang kantor lebih dari 60 menit kemungkinan lebih besar menderita depresi dibanding mereka yang menempuh perjalanan 30 menit.--freepik @pressfoto

BACA JUGA:‘Rumah Sakit Jiwo’ Ernaldi Bahar Tak Siapkan Ruang Khusus Untuk Caleg Depresi, Namun Siap Melayani

“Hubungan antara waktu perjalanan yang lama dan gejala depresi yang memburuk ditemukan lebih kuat di kalangan pekerja berpenghasilan rendah,” kata para peneliti.

Adapun penelitian dilakukan di Korea Selatan, negara yang dikatakan sebagai salah satu negara dengan rata-rata waktu perjalanan terlama dan tingkat depresi tertinggi di antara negara-negara Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD).

Para peneliti menganalisis data dari 23.415 orang berusia antara 20 dan 59 tahun dari Survei Kondisi Kerja Korea Kelima, sebuah survei perwakilan nasional yang dilakukan pada tahun 2017.

Para responden diminta menjawab pertanyaan berdasarkan lima poin indeks kesejahteraan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan para peneliti menentukan kesehatan mental mereka.

BACA JUGA:Mengenal dan Mengatasi Gangguan Kesehatan Mental ? Stres dan Depresi, Begini Cara Mengatasinya

Tim peneliti juga mengkaji beberapa faktor lain seperti jenis kelamin, usia, pendidikan, pendapatan, status perkawinan, wilayah, pekerjaan, jam kerja mingguan, kerja shift, dan sebagainya.

Hasil Penelitian: Pekerja Tempuh Perjalanan ke Kantor Lebih dari 60 Menit Lebih Mudah Depresi, Kok Bisa?

Ramadhan Evrin

Ramadhan Evrin


bacakoran.co – jarak dan waktu tempuh atau lama perjalanan ke dan sebaliknya menjadi salah satu faktor yang dapat memicu .

seseorang yang pulang-pergi kerja dengan lama perjalanan lebih dari 60 menit atau sejam setiap harinya dapat meningkatkan risiko depresi.

hal itu merupakan hasil studi tim peneliti yang dipimpin dr lee dong-wook seorang profesor di departemen kedokteran kerja dan lingkungan di rumah sakit inha university di korea selatan.

dalam penelitian tersebut diketahui bahwa mereka yang menghabiskan waktu lebih dari 60 menit perjalanan ke dan dari tempat kerja memiliki kemungkinan 1,16 kali lebih besar menderita depresi dibanding mereka yang menghabiskan waktu kurang dari setengah jam atau 30 menit.

para peneliti mengatakan bahwa banyaknya waktu yang dihabiskan untuk bepergian kerja dapat menyebabkan stres fisik dan psikologis.

“lebih sedikitnya waktu luang, membuat seseorang mungkin kekurangan waktu untuk menghilangkan stres dan melawan kelelahan fisik melalui tidur, hobi, dan aktivitas lainnya,” ujar peneliti dikutip dari wion, rabu (20/12/2023).

keadaan ini juga membuat seseorang memiliki lebih sedikit waktu untuk menerapkan gaya hidup sehat, termasuk berolahraga.

sehingga dapat menyebabkan depresi.

setidaknya seperempat dari 23.415 responden mengaku mengalami gejala depresi, dimana para peneliti mendasarkan skor indeks mereka yang jauh dari diagnosis sebenarnya.

meskipun tidak menunjukkan sebab dan akibat apa pun, penelitian ini menghubungkan perjalanan lebih dari satu jam dengan kesehatan mental yang lebih buruk.

penelitian juga mencatat bahwa kondisi paling parah terjadi pada pria yang belum menikah, bekerja lebih dari 52 jam per minggu, dan tidak memiliki anak.

sementara itu, bagi perempuan, waktu perjalanan yang lama paling erat kaitannya dengan gejala depresi pada pekerja berpenghasilan rendah, pekerja shift, dan mereka yang memiliki anak.

“hubungan antara waktu perjalanan yang lama dan gejala depresi yang memburuk ditemukan lebih kuat di kalangan pekerja berpenghasilan rendah,” kata para peneliti.

adapun penelitian dilakukan di korea selatan, negara yang dikatakan sebagai salah satu negara dengan rata-rata waktu perjalanan terlama dan tingkat depresi tertinggi di antara negara-negara organisasi untuk kerja sama dan pembangunan ekonomi (oecd).

para peneliti menganalisis data dari 23.415 orang berusia antara 20 dan 59 tahun dari survei kondisi kerja korea kelima, sebuah survei perwakilan nasional yang dilakukan pada tahun 2017.

para responden diminta menjawab pertanyaan berdasarkan lima poin indeks kesejahteraan organisasi kesehatan dunia (who) dan para peneliti menentukan kesehatan mental mereka.

tim peneliti juga mengkaji beberapa faktor lain seperti jenis kelamin, usia, pendidikan, pendapatan, status perkawinan, wilayah, pekerjaan, jam kerja mingguan, kerja shift, dan sebagainya.

Tag
Share