Gus Miftah Bandingkan Suara Masjid dengan Dangdut, Begini Tanggapan Jubir Kemenag!

Gus Miftah Bandingkan Suara Masjid dengan Dangdut, Jubir Kemenag sebut Gus Miftah 'Asbun' --Editor.id

BACAKORAN.CO - Dalam mengarungi bulan suci Ramadan, suasana spiritual yang mendalam tak hanya dirasakan melalui ibadah dan kegiatan keagamaan yang intens.

Namun juga melalui setiap suara yang mengalun merdu dari pengeras suara masjid, mengundang jiwa untuk semakin mendekat kepada Sang Pencipta. 

Namun, sebuah edaran pedoman penggunaan pengeras suara selama Ramadhan.

Diterbitkan oleh Kementerian Agama menjadi bahan diskusi hangat yang memicu berbagai tanggapan.

BACA JUGA:Suami Istri, Jangan Lakukan Ini Siang Hari di Bulan Ramadan, Dendanya Puasa 2 Bulan Berturut-turut

Termasuk dari seorang penceramah kondang, KH. Miftah Maulana Habiburrahman atau lebih akrab dikenal sebagai Gus Miftah.

Dengan penuh semangat, Gus Miftah mengkritik pedoman tersebut dalam sebuah ceramah yang ia sampaikan di Sukodono, Sidoarjo. 

Ia menyoroti pembatasan penggunaan pengeras suara luar, yang menurutnya mengurangi syiar keagamaan di bulan Ramadan. 

"Saya tidak sepakat ada edaran tadarus tidak pakai speaker luar, tetap tadarus pakai speaker luar!" ujarnya berapi-ap.

BACA JUGA:Buruan Daftar! Garuda Indonesia Rekrutmen Pegawai, Cek Posisi dan Persyaratannya..

Sekaligus mengusulkan sebuah kompromi, "Tapi tahu jam, kalau sudah jam 10, ganti speaker dalam."

Lebih lanjut, Gus Miftah membandingkan situasi tersebut dengan konser dangdut yang berlangsung hingga larut malam dan tidak mendapat pembatasan serupa. 

"Nanggap dangdutan di alun-alun sampai jam 1 malam ora urusan kok," sambungnya.

Menunjukkan persepsi tentang ketidakadilan dalam penerapan aturan. 

Gus Miftah Bandingkan Suara Masjid dengan Dangdut, Begini Tanggapan Jubir Kemenag!

Melly

Melly


bacakoran.co - dalam mengarungi bulan suci , suasana spiritual yang mendalam tak hanya dirasakan melalui ibadah dan kegiatan keagamaan yang intens.

namun juga melalui setiap suara yang mengalun merdu dari masjid, mengundang jiwa untuk semakin mendekat kepada sang pencipta. 

namun, sebuah selama ramadhan.

diterbitkan oleh menjadi bahan diskusi hangat yang memicu berbagai tanggapan.

termasuk dari seorang penceramah kondang, kh. atau lebih akrab dikenal sebagai gus miftah.

dengan penuh semangat, mengkritik pedoman tersebut dalam sebuah ceramah yang ia sampaikan di sukodono, sidoarjo. 

ia menyoroti pembatasan penggunaan pengeras suara luar, yang menurutnya mengurangi syiar keagamaan di bulan ramadan. 

"saya tidak sepakat ada edaran tadarus tidak pakai speaker luar, tetap tadarus pakai speaker luar!" ujarnya berapi-ap.

sekaligus mengusulkan sebuah kompromi, "tapi tahu jam, kalau sudah jam 10, ganti speaker dalam."

lebih lanjut, gus miftah membandingkan situasi tersebut dengan yang berlangsung hingga larut malam dan tidak mendapat pembatasan serupa. 

"nanggap dangdutan di alun-alun sampai jam 1 malam ora urusan kok," sambungnya.

menunjukkan persepsi tentang ketidakadilan dalam penerapan aturan. 

menurutnya, syiar ramadan yang hanya terjadi sekali dalam setahun seharusnya mendapatkan perlakuan yang berbeda. 

apalagi kegiatan tersebut bersifat positif, seperti pembacaan ayat suci al-quran yang justru dilarang untuk diramaikan.

kritik gus miftah ini menarik perhatian juru bicara kementerian agama, yang menanggapi pernyataan tersebut sebagai provokatif dan kurang berdasar. 

anna mengajak untuk mempelajari lebih dalam edaran tersebut sebelum menyampaikan kritik. 

"gus miftah tampak asbun dan gagal paham terhadap surat edaran tentang pedoman penggunaan pengeras suara di masjid dan musala," tuturnya. 

menurut anna, edaran ini tidak melarang penggunaan pengeras suara untuk kegiatan syiar.

tetapi lebih kepada penyesuaian volume agar tidak mengganggu ketenangan lingkungan sekitar, terutama mengingat keragaman masyarakat yang ada.

anna menjelaskan, yang dirilis bukanlah hal baru, melainkan pembaruan dari instruksi yang telah ada sejak 1978. 

tujuannya adalah untuk mewujudkan suasana ramadhan yang syahdu, ketenangan bersama dan memfasilitasi ibadah dalam kebersamaan tanpa mengganggu satu sama lain. 

"kalau suaranya terlalu keras, apalagi antar masjid saling berdekatan, suaranya justru saling bertabrakan dan menjadi kurang syahdu. kalau diatur, insya allah menjadi lebih syahdu, lebih enak didengar, dan jika sifatnya ceramah atau kajian juga lebih mudah dipahami,” tambahnya, menegaskan bahwa pengaturan ini dimaksudkan untuk kenyamanan bersama.

di tengah polemik ini, terlihat jelas bahwa baik kementerian agama maupun gus miftah memiliki tujuan yang sama: meningkatkan kualitas ibadah dan syiar ramadhan. 

perbedaan pendapat dalam hal metode dan pendekatan menjadi bukti dinamisnya diskusi keagamaan di indonesia. 

dalam perdebatan ini, terdapat ruang yang luas untuk dialog konstruktif yang berorientasi pada solusi yang dapat memuaskan semua pihak.

memastikan bahwa suara merdu ayat-ayat suci dan ibadah ramadhan dapat terdengar menggema, membawa kedamaian dan ketenangan hati bagi seluruh umat.***

Tag
Share