BACAKORAN.CO – Tren penguatan nilai tukar rupiah pada akhir pekan lalu terus berlanjut.
Mata uang garuda menguat mendekati posisi Rp15.400 per USD.
Data Bloomberg, rupiah ditutup menguat 0,31 persen atau 47,50 poin ke level Rp15.445 per USD pada perdagangan hari ini, Senin (20/11/2023).
Kondisi serupa dialami hampir seluruh mata uang Asia.
BACA JUGA:Tren Menguat, Rupiah Hajar Dolar AS Diperkirakan Lanjut Pekan Depan
Tercatat, ringgit Malaysia menguat 0,24 persen, yen Jepang menguat 0,49 persen, won Korea Selatan menguat 0,37 persen, dolar Taiwan menguat 0,57 persen, dan yuan China menguat 0,55 persen.
Di sisi lain, indeks dolar Amerika Serikat (AS) melemah 0,26 persen atau 0,27 poin ke level 103,66.
Penguatan rupiah ini didorong derasnya dana asing yang masuk ke pasar keuangan Tanah Air.
Bank Indonesia (BI) merilis data transaksi 13 - 16 November 2023, investor asing di pasar keuangan domestik tercatat beli neto Rp7,33 triliun.
BACA JUGA:Rupiah Meroket ke Rp15.492 per USD di Akhir Pekan
Rinciannya, beli neto Rp2,49 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN), beli neto Rp0,87 triliun di pasar saham, dan beli neto Rp3,97 triliun di Sekuritas Rupiah (SRBI).
Hal ini berkebalikan dengan data transaksi 6 - 9 November 2023 yang tercatat investor asing mencatat net sell sebesar Rp1,27 triliun.
Mereka keluar dari pasar domestik baik di pasar SBN maupun di pasar saham.
Catatan net buy sebesar Rp7,33 triliun pada pekan ini adalah yang tertinggi lebih dari enam bulan terakhir, sejak pekan pertama Mei 2023.
BACA JUGA:Rupiah Sikat Dolar AS, Ini Penjelasan BI
Menurut Ekonom Bank Permata Josua Pardede, rupiah cenderung menguat sepanjang perdagangan hari ini setelah dibuka di posisi Rp15.404 per USD.
Kondisi ini melanjutkan penguatan pekan lalu, dimana rupiah terapresiasi 1,30 persen selama sepekan didukung oleh data inflasi AS yang tercatat lebih rendah dari perkiraan sehingga membawa optimisme terhadap kebijakan moneter The Fed.
“Di sisi lain dolar AS hari ini melanjutkan pelemahannya pasca,” ujar Josua.
Pejabat Bank Sentral AS atau The Fed, Susan Collins menyatakan peningkatan pada partisipasi angkatan kerja Negeri Pamam Sam akan mendukung penurunan inflasi, tanpa mendorong perlambatan pertumbuhan ekonomi.
Sedangkan, Michael Barr mengatakan Fed Funds Rate sudah mendekati level puncak seiring dengan meredanya inflasi.
BACA JUGA:Rupiah Bak Roller Coaster, Saatnya Beli atau Jual Dolar?
Pernyataan tersebit memberikan sinyal kuat mengenai arah kebijakan moneter The Fed.
Dijelaskannya, dolar AS melemah 1,84 persen sepanjang pekan lalu terhadap mata uang global setelah tingkat inflasi AS tercatat lebih lambat dari perkiraan.
Data inflasi juga diikuti oleh melemahnya berbagai indikator perekonomian AS, sehingga memperdalam depresiasi dolar AS.
Terpisah, Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi menilai dalam jangka pendek, pasar terfokus pada risalah pertemuan The Fed pada akhir Oktober.
The Fed diperkirakan mempertahankan suku bunganya tetap stabil dan memberi isyarat kemungkinan mempertahankan suku bunga lebih tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama.
BACA JUGA:Keperkasaan Rupiah Kemungkinan Berlanjut Pekan Depan
Sentimen mancanegara lainnya adalah langkah Bank sentral China mempertahankan suku bunga acuan pinjaman pada rekor terendah, sebagai upaya untuk mendorong pemulihan ekonomi lokal.
Sedangkan faktor dari dalam negeri, pelaku pasar dinilai optimistis terhadap proyeksi tingkat konsumsi masyarakat Indonesia pada 2024 tetap menunjukkan tren yang tinggi.
Hal ini didorong oleh perhelatan pemilu serentak yang memicu kegiatan ekonomi.