BACAKORAN.CO - Stunting adalah ujung dari persoalan rendahnya literasi gizi masyarakat.
Literasi gizi atau pemahaman dan kesadaran gizi masyarakat mempengaruhi pola asuh dan pola konsumsi keluarga.
Keluarga tanpa pemahaman gizi yang baik cenderung tidak memperhatikan
asupan gizi anak, sehingga anak terbiasa mengkonsumsi makanan yang mereka suka, seperti makanan dan minuman dengan kandungan gula garam lemak yang tinggi.
BACA JUGA:Sobat Misqueen Wajib Tahu, Inilah 7 Manfaat Tempe Untuk Tubuh, Murah dan Bergizi!
Pembahasan ini mengemuka dalam urun rembuk yang dilakukan Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) bersama PP Aisyiyah, PP Muslimat NU dan para mitra, Kamis (14/12), di Jakarta.
Dalam kesempatan itu, guru besar gizi Universitas Muhammadyah hasul penelitiannya mengenai kebiasaan konsumsi kental manis oleh balita.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, sebanyak 11,4% balita di Banten, 8,4% di DKI Jakarta dan 5,3% di DI Yogyakarta mengonsumsi kental manis.
Tidak hanya itu, 78,3% responden di Banten, 88,1% di DKI dan 95,2% di DI Yogyakarta memberikan kental manis kepada balitanya lebih dari 1 sachet perhari.
Adapun faktor utama pemberian kental manis pada anak ini disebabkan oleh persepsi masyarakat di tiga wilayah ini yang masih menganggap kental manis adalah susu. “Mengapa studi ini menjadi
penting, pola makan yang terbentuk sejak balita akan terbawa terus hingga dewasa, sehingga kebiasaan memberikan kental manis untuk anak dan balita ini harus dicegah sedini mungkin supaya tidak berlanjut.
Penelitian sebelumnya juga menunjukkan balita secara alamiah sangat suka makanan manis, terlebih lagi ketika ada paparan gula tambahan di dalam makanan,” papar guru besar Universitas Muhammadyah Jakarta ini.
Ketua bidang advokasi YAICI, Yuli Supriati menyoroti kampanye penanganan stunting yang selama ini di gaungkan tidak berdasar pada persoalan yang dihadapi oleh masyarakat.
BACA JUGA:Kuliner Sederhana yang Tak Lekang Zaman! Resep Orak-Arik Tauge dan Telur yang Lezat dan Bergizi