BACAKORAN.CO – Ruang gerak asuransi modal cekak dibatasi demi mewujudkan perlindungan kepada masyarakat.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi meningkatkan modal disetor yang menjadi syarat mendirikan perusahaan asuransi.
Jika semula besaran modal disetor saat pendirian hanya Rp150 miliar, kini menjadi Rp1 triliun atau naik hingga 667 persen.
Ketentuan itu tertuang dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 23 Tahun 2023 yang merupakan perubahan dari POJK Nomor 67 Tahun 2016 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, dan Perusahaan Reasuransi Syariah.
BACA JUGA:OJK: 7 Perusahaan Asuransi dalam Pengawasan Khusus, 5 Perusahaan Ajukan RPK
“Perusahaan asuransi harus memiliki modal disetor pada saat pendirian paling sedikit Rp1 triliun,” isi aturan tersebut dikutip hari ini, Selasa (2/1/2024).
Tak hanya itu, modal untuk mendirikan perusahaan reasuransi baru juga naik dari sebelumnya disetor paling sedikit Rp300 miliar menjadi Rp2 triliun.
Sedangkan perusahaan asuransi syariah baru, modal disetor dari Rp100 miliar naik menjadi Rp500 miliar.
Lalu perusahaan reasuransi syariah yang sebelumnya harus menyetor modal paling sedikit Rp175 miliar, kini menjadi Rp1 triliun.
BACA JUGA:Mau Jadi Peserta Asuransi Syariah? Kenali Manfaat dan Keuntungannya Dulu, Guys!
Adapun modal disetor pada saat pendirian harus disetor secara tunai dan penuh yang ditempatkan dalam bentuk deposito berjangka dan/atau rekening giro atas nama perusahaan pada bank umum, bank umum syariah, dan/atau unit usaha syariah dari bank umum di Indonesia bagi perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi.
Bagi perusahaan asuransi syariah maupun reasuransi syariah modal disetor secara tunai yang ditempatkan dalam bentuk deposito berjangka dan/atau rekening giro atas nama perusahaan pada bank umum syariah dan/atau unit usaha syariah dari bank umum di Indonesia.
Selain itu, pada saat pengajuan izin usaha, perusahaan pun harus memiliki dana jaminan paling sedikit 20 persen dari modal disetor minimum.
Dana jaminan tersebut juga ditempatkan dalam bentuk deposito berjangka dengan perpanjangan otomatis pada bank umum, bank umum syariah, atau unit usaha syariah dari bank umum di Indonesia yang tidak terafiliasi dengan perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi yang bersangkutan; dan/atau surat berharga dan/atau surat berharga syariah yang diterbitkan oleh Negara Republik Indonesia, yang memiliki sisa jangka waktu jatuh tempo paling singkat satu tahun pada saat tanggal permohonan izin usaha.
BACA JUGA:Mayoritas Perusahaan Asuransi Punya Ekuitas di Bawah Rp1 Triliun, Amankah? Ini Penjelasan OJK