Sementara itu, Soekarno diasingkan di Bengkulu selama lebih dari 14 tahun, dari tahun 1938 hingga 1942, oleh pemerintah kolonial Belanda.
Ia kemudian diasingkan kembali ke Bengkulu pada tahun 1948 oleh Belanda selama masa Agresi Militer Belanda I, dan tinggal di sana hingga tahun 1949, sebelum akhirnya kembali ke Jakarta setelah perjanjian pengakuan kemerdekaan Indonesia.
Selama masa pengasingannya di Bengkulu, Soekarno tetap aktif dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Meskipun diasingkan, ia terus berkomunikasi dan berkoordinasi dengan para pemimpin nasionalis lainnya.
BACA JUGA:Kedudukan Kerajaan di Bengkulu: Hingga Perebutan Putri Gading Cempaka
Pada tahun 1942, di tengah pendudukan Jepang, Soekarno dan Hatta dipulangkan ke Jakarta untuk membentuk Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), langkah awal menuju proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.
Perjuangan Soekarno di Bengkulu mencerminkan tekad dan dedikasinya terhadap perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Setelah kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, Bengkulu tidak lagi dijajah oleh kekuatan asing.
Bengkulu menjadi bagian dari Republik Indonesia sebagai bagian dari upaya mencapai kemerdekaan nasional.
BACA JUGA:Meriam Honisoit di Bengkulu, Bukti Sejarah Penjajahan Jepang di Bumi Rafflesia
Bendera Merah Putih pertama kali dijahit oleh Ibu Fatmawati, istri dari Presiden Soekarno, bersama-sama dengan beberapa perempuan lainnya pada tahun 1945.
Ini merupakan momen penting dalam sejarah, karena bendera tersebut kemudian diangkat pada 17 Agustus 1945, saat proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Fatimawati adalah istri pertama dari Presiden Soekarno, pendiri Indonesia.
Ia menjadi Ibu Negara Republik Indonesia pertama sejak proklamasi kemerdekaan pada 1945.
BACA JUGA:Kuliner Warisan Bengkulu Selatan: Menyelusuri Kelezatan Makanan Pendap yang Kaya Sejarah dan Budaya
Soekarno menikahi Fatmawati pada tanggal 26 Desember 1943.