BACAKORAN.CO - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) tangani 1.032 dugaan pelanggaran sepanjang pelaksanaan tahapan Pemilu 2024. Rinciannya, 703 berupa laporan kemudian 329 lagi didapat dari temuan.
Menurut Anggota Bawaslu Puadi, laporan datang dari warga negara Indonesia (WNI) yang memiliki hak pilih, peserta Pemilu atau pemantau Pemilu pada setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu.
Lanjutnya, kemudian untuk temuan pelanggaran Pemilu, merupakan dugaan pelanggaran yang berasal dari hasil pengawasan jajaran Bawaslu.
"Berdasarkan hasil penanganan pelanggaran, sebanyak 322 dinyatakan sebagai pelanggaran dan 188 bukan pelanggaran. Sedangkan sisanya tidak dapat diregistrasi karena tidak memenuhi syarat formal dan/atau syarat materiil," jelas Puadi.
"Berdasarkan jenisnya, dari 322 pelanggaran tersebut terdiri atas 50 pelanggaran administrasi, 205 pelanggaran kode etik 57 pelanggaran hukum lainnya, dan 10 dugaan tindak pidana pemilu," lanjutnya.
BACA JUGA:Bawaslu Temukan Masalah Pendistribusian Logistik Pemilu 2024, di Daerah Mana Saja Itu? Ini Daftarnya
Kata Puadi, pada jenis pelanggaran administrasi, tren pelanggarannya atau bentuk-bentuk pelanggaran yang paling banyak terjadi adalah KPU melakukan rekrutmen penyelenggara tidak sesuai dengan prosedur.
KPU Provinsi melakukan penerimaan penyerahan dukungan pemilih DPD tidak sesuai ketentuan. Kemudian KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten atau Kota melakukan pergantian calon sementara anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota pada masa Pencermatan Rancangan DCT tidak sesuai Tata Cara, Prosedur, dan Mekanisme.
Lanjut pria yang juga Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran, Data dan Informasi, pada jenis pelanggaran kode etik, tren bentuk pelanggarannya adalah Panwascam melanggar kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu.
Lalu Panwascam tidak profesional dalam seleksi Pengawas Kelurahan Desa, KPU tidak Profesional dalam perekrutan PPK/PPS/KPPS, KPU Kabupaten/Kota tidak profesional dalam seleksi PPK, dan PPS tidak netral atau menunjukkan keberpihakan kepada Peserta Pemilu.
Jenis pelanggaran kode etik lainnya, tren bentuk pelanggarannya adalah ASN memberikan dukungan melalui media sosial/masa kepada peserta Pemilu.
ASN mengajak atau mengintimidasi untuk mendukung salah peserta pemilu. Ada juga tentang ASN melakukan pendekatan atau mendaftarkan diri pada salah satu partai politik.
Ada juga Bupati/Wakil Bupati/Walikota/Wakil Walikota menyalahgunakan wewenang yang menguntungkan diri sendiri dan/atau merugikan Daerah yang dipimpin (Pasal 76 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah).
"Sementara itu untuk dugaan tindak pidana pemilu, trennya adalah melanggar ketentuan Pasal 520, Pasal 521, Pasal 493, dan Pasal 492 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum," ujar Puadi.