BACAKORAN.CO – Nilai tukar rupiah meroket hingga 1,01 persen sepanjang perdagangan pekan lalu.
Pergerakan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dalam sepekan ke depan diperkirakan masih akan dipengaruhi isu kebijakan suku bunga The Fed.
Para pelaku pasar meyakini bahwa suku bunga acuan The Fed akan turun, meski tidak dalam waktu dekat.
Pengamat Mata Uang Ariston Tjendra mengatakan, atisipasi pemangkasan suku bunga oleh pelaku pasar berimbas pada pelemahan dolar AS.
BACA JUGA:Rupiah dan Mata Uang Asia Bersinar di Akhir Pekan, Didorong Faktor Ini!
Selain itu, pergerakan rupiah pada pekan ini juga akan dipengaruhi data tenaga kerja AS yang rilis akhir pekan, dan Purchasing Manager’s Index (Indeks Manager Pembelian/PMI) jasa.
“Ini akan menjadi pertimbangan pelaku pasar,” terangnya.
Sementara Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi menyatakan bahwa penguatan rupiah terhadap dolar AS didorong sentimen luar yakni keputusan The Fed menahan suku bunga dan menurunkan harapan pemangkasan suku bunga pada Maret 2024.
Dari sentimen dalam negeri, BI optimistis suku bunga The Fed mulai mengalami penurunan sebesar 75 basis poin (bp) pada semester II/2024.
BACA JUGA:Sempat Dibuka Loyo, Rupiah Pukul Balik Dolar AS, Sentimen Internal-Eksternal Ini Jadi Penopang!
Pada pembukaan perdagangan Senin depan, rupiah diprediksi bergerak fluktuatif, namun ditutup menguat pada rentang Rp15.610-Rp15.700.
Ketua The Fed, Jerome Powell, sebelumnya menyatakan bahwa ekonomi AS masih berada dalam kondisi yang sangat kuat.
Angka inflasi meningkat dari 3,1 persen pada November menjadi 3,4 persen pada Desember 2023, melebihi ekspektasi konsensus sebesar 3,2 persen.
Indikator lain, seperti PMI Manufaktur ISM yang mencapai 47,4 dan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal IV-2023 sebesar 3,3 persen, juga memberikan dukungan terhadap pandangan ini.
BACA JUGA:Pergerakan Rupiah Pagi Ini saat The Fed Tahan Suku Bunga