Indonesia Tetap Bertahan Meski Tambang Nikel Dunia ‘Gulung Tikar’

Sabtu 10 Feb 2024 - 17:44 WIB
Reporter : djarwo
Editor : djarwo

BACAKORAN.CO - Dunia tambang nikel sedang menghadapi tantangan berat. Harga komoditas tambang nikel yang menurun telah memaksa banyak perusahaan tambang untuk menutup operasinya di beberapa negara.

Namun, Indonesia, sebagai salah satu produsen nikel terbesar di dunia, menegaskan bahwa hal tersebut tidak akan terjadi di negeri ini.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan, menegaskan bahwa Indonesia tidak akan ikut-ikutan menutup tambang nikel.

“Ya biar aja tambang dunia tutup asal kita gak ikut-ikutan,” ujarnya saat ditemui di Kantor Kemenko Marves, Jakarta.

BACA JUGA:Buntut Sengeketa Lahan Tambang Batubara, Pekerja

Indonesia, yang memiliki banyak fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) nikel, dinilai sebagai “biang kerok” atas kondisi ini.

Pasokan nikel RI yang membanjiri dunia dianggap sebagai salah satu penyebab anjloknya harga nikel dunia.

Namun, Luhut menegaskan bahwa harga nikel yang saat ini terperosok tidak disebabkan oleh program hilirisasi nikel di Indonesia.

Menurut Luhut, harga sebuah komoditas, tidak hanya nikel, termasuk batu bara dan komoditas lainnya, harus dilihat secara kumulatif dan dihitung rata-ratanya. “Itu kan at the end cari equilibrium-nya.

Dia kan cari anu sendiri. Apa saja komoditi itu kamu lihatnya gak boleh dari setahun dua tahun harus 5-10 tahun.

Harus dilihat kumulatif harganya. Kemudian melihat harga rata-ratanya,” tandasnya.

BACA JUGA:Cuaca Ekstrem Produksi Batubara Menurun, Begini Nasib Ratusan Buruh Perusahaan Tambang

Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves, Septian Hario Seto, mengatakan bahwa anggapan terkait penurunan harga nikel karena suplai dari Indonesia yang membanjiri pasar dunia tidak sepenuhnya benar.

“Kalau dibilang oversupply gak sepenuhnya benar, karena penambahan produksi nikel dari Indonesia menggantikan supply di negara lain yang tidak efisien,” ungkap Seto.

Seto menjelaskan, data ekspor Indonesia selama Januari hingga November 2023 menunjukkan nilai ekspor produk turunan nikel mencapai US$ 31,3 miliar, naik 0,6% dibandingkan Januari sampai November 2022 yang sebesar US$ 31,13 miliar.

“Jadi walaupun turun harganya, pendapatan masih naik sedikit karena kenaikan volume,” ucapnya.

BACA JUGA:Gugatan Lord Luhut Tumbang, Hakim Vonis Bebas Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti

Di sisi lain, menurut Seto, harga nikel saat ini di level US$ 16.000-an masih lebih tinggi dibandingkan harga rata-rata 10 tahun terakhir yang berada di level US$ 15.000-an.

“Perlu diingat bahwa harga nikel sekarang US$ 16 ribu itu masih lebih tinggi dibandingkan harga rata-rata 10 tahun terakhir yang berada di level US$ 15 ribuan, bahkan masih lebih tinggi dibandingkan periode awal-awal kita melakukan hilirisasi tahun 2014-2019 yang harga rata-rata nikel di US$ 12 ribuan,” paparnya.

Dengan kondisi ini, Indonesia tetap optimis untuk terus mengembangkan industri tambang nikelnya.

Meski banyak tantangan yang dihadapi, Indonesia percaya bahwa dengan strategi yang tepat, industri tambang nikel di negeri ini akan tetap bisa bertahan dan berkembang.

Kategori :