Hal ini dapat mengurangi potensi konflik dan kekacauan yang mungkin timbul akibat ketidaksetujuan politik.
Masa tenang juga berperan dalam menjaga keadilan dan kesetaraan dalam kompetisi politik.
Dengan melarang kegiatan kampanye, setiap kandidat memiliki kesempatan yang setara untuk memenangkan dukungan tanpa adanya keunggulan yang didapat dari kegiatan kampanye terakhir menit.
BACA JUGA:Tidak Mau Golput, Pemilu 2024: WNI di Jepang Rela Mengantre di TPS
Implementasi Masa Tenang di Berbagai Negara
Setiap negara memiliki pendekatan yang berbeda terkait implementasi masa tenang menjelang pemilihan umum.
Beberapa negara menerapkan larangan kampanye secara ketat, sementara yang lain mungkin memiliki aturan yang lebih longgar.
Contohnya, di Indonesia, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota secara jelas menentukan masa tenang selama tiga hari sebelum hari pemungutan suara.
Sementara itu, di negara-negara lain seperti Prancis, larangan kampanye dimulai pada tengah malam hari Jumat sebelum hari pemilu.
BACA JUGA:Anies, Ganjar, dan Prabowo: Komitmen Kebebasan Pers dalam Pemilu 2024
Selama masa tenang, media dilarang untuk mempublikasikan hasil survei dan berita politik, sedangkan kampanye resmi berhenti dan semua iklan politik dihentikan.
Kritik dan Tantangan Masa Tenang
Meski masa tenang dianggap sebagai suatu aspek penting dalam menjamin proses demokratis yang adil, beberapa kritik dan tantangan tetap muncul.
Beberapa orang berpendapat bahwa larangan kampanye dapat dianggap sebagai pembatasan kebebasan berbicara.
Sementara yang lain khawatir bahwa pemilih mungkin kehilangan akses terhadap informasi penting selama masa tenang.
BACA JUGA:25 Wilayah di Indonesia Waspada Cuaca Ekstrem Saat Pemilu 2024, Cek Daftarnya di Sini!