Sementara itu, Ekonom yang juga direktur program Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti memiliki pandangan sedikit berbeda.
Baginya, yang penting bukanlah jumlah putaran, melainkan bagaimana proses demokrasi berjalan secara transparan dan tidak diintervensi.
"Misalnya, adanya istilah 'anak haram MK' tidak disukai pasar. Jadi ada ketidakpastian dalam hukum di Indonesia, padahal dalam berbisnis, kepastian hukum sangat penting," ungkap Esther.
Namun, dia mengakui bahwa penyelenggaraan pilpres dalam dua putaran akan menambah beban ekonomi dan keuangan bagi negara.
Tetapi biaya tersebut merupakan bagian dari proses demokrasi yang harus dibayar oleh Indonesia.
Kategori :