BACAKORAN.CO - Bulan Ramadan yang penuh berkah telah tiba. Umat Islam di seluruh dunia menyambutnya dengan gembira dan bersyukur.
Namun, di tengah kebahagiaan ini, ada sebuah hadits yang membuat kita berpikir dan bertanya-tanya.
Hadits itu berkaitan dengan peristiwa besar yang akan terjadi pada tanggal 15 Ramadan. Apakah hadits ini benar adanya? Bagaimana kita harus memahami dan bersikap terhadapnya?
Hadits yang dimaksud adalah sebagai berikut:
Telah menceritakan kepada kami, Abu Umar, dari Ibnu Luhai’ah. Ia berkata, telah menceritakan kepada kami, Abdul Wahhab bin Husain, dari Muhammad bin Tsabit al-Bunani, dari ayahnya, dari al-Haris al-Hamdani dari Ibnu Mas’ud, dari Nabi Muhammad SAW.
Beliau (Rasulullah SAW) bersabda, "Apabila ada suara keras pada bulan Ramadhan, maka akan terjadi huru-hara pada bulan Syawal.
Kabilah-kabilah akan berselisih pada bulan Dzulqa’dah, dan akan terjadi pertumpahan darah pada bulan Dzulhijjah dan Muharram."
"Tahukah kalian apa yang akan terjadi di bulan Muharram?" tanya Nabi SAW hingga tiga kali.
BACA JUGA:6 Hari Menuju Ramadhan, Inilah 7 Tips Atur Keuanganmu Agar Tidak Boros
Hadits ini menimbulkan berbagai tafsir dan pendapat di kalangan ulama dan cendekiawan Islam.
Ada yang menganggapnya sebagai hadits palsu, ada yang menganggapnya sebagai hadits lemah, dan ada yang menganggapnya sebagai hadits shahih.
Ada yang menafsirkannya secara harfiah, ada yang menafsirkannya secara metaforis, dan ada yang menafsirkannya secara kontekstual.
Ada yang menghubungkannya dengan peristiwa masa lalu, ada yang menghubungkannya dengan peristiwa masa kini, dan ada yang menghubungkannya dengan peristiwa masa depan.
Untuk dapat memahami hadits ini dengan baik, kita perlu mempertimbangkan beberapa hal, antara lain:
1. Konteks sejarah dan budaya pada masa Rasulullah SAW.
Kita perlu mengetahui latar belakang dan situasi yang melatarbelakangi hadits ini, serta maksud dan tujuan Rasulullah SAW dalam mengucapkannya.
Kita juga perlu memperhatikan bahasa dan gaya yang digunakan dalam hadits ini, apakah bersifat literal atau figuratif, apakah bersifat umum atau khusus, apakah bersifat mutlak atau muqayyad, dan sebagainya.
2. Kedudukan dan kualitas hadits ini dalam ilmu hadits.