"Untuk takbir Idul Fitri di masjid/musala dapat dilakukan dengan menggunakan Pengeras Suara Luar sampai dengan pukul 22.00 waktu setempat dan dapat dilanjutkan dengan Pengeras Suara Dalam,” terangnya.
Kata Anna, edaran juga mengatur bahwa penggunaan pengeras suara di bulan Ramadan, baik dalam pelaksanaan Salat Tarawih, ceramah/kajian Ramadan, dan tadarrus Al-Qur’an menggunakan Pengeras Suara Dalam.
Sementara itu, Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah (Urais-Binsyar) Ditjen Bimas Islam, Adib, menjelaskan bahwa sidang isbat penting dilakukan. Ini karena Indonesia bukan negara agama, bukan juga negara sekuler.
"Indonesia tidak bisa menyerahkan urusan agama sepenuhnya kepada orang per orang atau golongan," jelasnya.
"Sidang isbat penting dilakukan karena ada banyak organisasi kemasyarakatan (Ormas) Islam di Indonesia yang juga memiliki metode dan standar masing-masing dalam penetapan awal bulan Hijriyah," lanjutnya.
Kata Adib, tidak jarang pandangan satu dengan lainnya berbeda, seiring dengan adanya perbedaan mazhab serta metode yang digunakan. Sidang isbat menjadi forum, wadah, sekaligus mekanisme pengambilan keputusan.
Nah, Kementerian Agama sendiri rutin menggelar sidang isbat (penetapan) awal Ramadan, Syawwal, dan Zulhijjah. Hal ini sudah berlangsung sejak dekade 1950-an, sebagian sumber menyebut tahun 1962.
Hasil sidang isbat diumumkan oleh Menteri Agama dan itu menjadi momen yang ditunggu masyarakat.
Dalam perkembangan selanjutnya, MUI menerbitkan Keputusan Fatwa No 2 Tahun 2004 tentang Penetapan Awal Ramadan, Syawal, dan Dzulhijjah. Fatwa itu salah satunya memutuskan bahwa penetapan awal Ramadan, Syawwal, dan Dzulhijjah dilakukan berdasarkan metode rukyah dan hisab oleh Pemerintah RI cq. Menteri Agama dan berlaku secara nasional.(*)