BACAKORAN. CO - Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono, mengumumkan rencana kontroversial.
Yakni melarang Warung Tegal (Warteg) masuk ke dalam wilayah sekitar proyek Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.
Keputusan ini telah memicu diskusi luas di kalangan mahasiswa dan masyarakat umum.
Basuki Hadimuljono memastikan bahwa tidak akan ada Warteg yang diizinkan berjualan di sekitar proyek IKN Nusantara untuk para pekerja.
BACA JUGA:Tuai Kecaman! Otoritas IKN Beri Ultimatum, Warga Adat Pindah Dalam 7 Hari, Ini Buktinya...
Penggunaan bedeng untuk keperluan istirahat para pekerja juga dilarang.
Pemerintah pamer tak pro UMKM di IKN, atas pelarangan warteg--
Sebagai penggantinya, pemerintah akan menyediakan dapur umum untuk memenuhi kebutuhan makan para pekerja konstruksi.
Menurut Basuki, langkah tersebut diambil karena lokasi proyek yang terletak di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, harus terbebas dari kesan kumuh agar dapat menjadi ibu kota baru yang layak.
Pada periode Februari hingga Maret 2024, diperkirakan sebanyak 16 ribu pekerja akan terlibat dalam proyek IKN.
BACA JUGA:Misteri Pembunuhan Fara Diansah: Adiknya Mengaku Dapat Firasat dan Dikunjungi Arwahnya
Pemerintah sendiri telah menyiapkan 22 rusun khusus untuk para pekerja.
"Semua masuk ke rusun, hunian pekerja, jadi semua tertib, " jelasnya.
Sehingga nanti tidak ada bedeng-bedeng, enggak ada lagi misalnya kekumuhan warteg-warteg insyaallah.
" Bukan kita nggak boleh, bukan kita melarang, tidak memperhatikan, tapi semua untuk higienis masuk ke dalam hunian dengan dapur-dapur umum yang lebih baik," ujar Basuki.
Pembangunan IKN memiliki sejumlah rencana pembangunan, termasuk apartemen, perkantoran, hotel bintang 4 hingga 5, mal, hiburan, dan sekolah internasional.
Keputusan untuk melarang Warteg di sekitar proyek ini telah menimbulkan perdebatan.
Sebagian kalangan mendukung langkah tersebut, menganggapnya sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas lingkungan sekitar proyek.
Demi memastikan kebersihan serta kesehatan para pekerja.
Mereka juga berpendapat bahwa penyediaan dapur umum sebagai alternatif untuk makanan pekerja.
Merupakan langkah yang lebih baik untuk memastikan gizi dan keamanan pangan.
Ada pula yang menentang keputusan tersebut.
Beberapa pihak menyoroti dampak sosial dan ekonomi bagi pemilik Warteg yang akan kehilangan mata pencaharian mereka.
Selain itu, beberapa masyarakat juga mempertanyakan ketersediaan dan kualitas dari dapur umum yang dijanjikan oleh pemerintah.
Diskusi pun terus bergulir di berbagai platform media sosial dan di antara komunitas mahasiswa.
Sebagian mengusulkan solusi alternatif, seperti memperbaiki dan meningkatkan regulasi yang mengatur kebersihan dan kualitas makanan di Warteg.
Sementara yang lain mengajukan ide-ide kreatif untuk membantu pemilik Warteg beradaptasi dengan perubahan tersebut.
Pemerintah diharapkan untuk mempertimbangkan berbagai perspektif dalam mengambil keputusan terkait kebijakan ini, dengan memastikan bahwa kepentingan semua pihak diakomodasi secara adil dan seimbang.