Camat Todanan dan 20 Kades Diduga Jadi Timses Pilkada Blora Untuk Petahana, Bawaslu Diminta Bertindak

Rabu 25 Sep 2024 - 11:37 WIB
Reporter : Yanti D.P
Editor : Yanti D.P

BACAKORAN.CO - Pada pencalonan calon bupati dan calon wakil bupati Blora, Arif Rohman dan Sri Setyorini (ASRI) sudah resmi mendapatkan nomor urut 1 pada pemilihan kepala daerah (pilkada) 2024.

Dan di nomor urut 2 didapatkan oleh pasangan Abu Nafi dan Andika Adikrishna Gunarjo (ABDI).

Arif sebagai politikus dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini merasa optimis dalam memenangkan pilkada serentak pada tahun ini dan menjelaskan bahwa ia memiliki banyak pengalaman dalam memimpin.

"Kami sudah punya pengalaman dalam bertanding dan selalu menang. InsyaAllah kita optimis pasangan ASRI akan memenangkan pilkada Blora," ucapnya.

BACA JUGA:Pj Gubernur Elen Setiadi Bersama Forkopimda Matangkan Persiapan Pilkada Serentak 2024 di Sumsel

BACA JUGA:Narji Dukung Ruhamaben-Shinta di Pilkada Tangsel 2024, Bawa Pengaruh Besar?

Namun disisi lain terdapat dugaan bahwa camat Todanan dan beberapa kades di Blora menjadi timses untuk Pilkada Blora untuk Petahana.

Hal ini diunggah oleh akun X @gusjunun yang mengatakan hal tersebut.

"Camat Todanan dan beberapa kades di Blora jadi timses cabup petahana @ArifRohman_838, Info tadi jam 7 malam dihadiri camat Todanan dan 20 kades dari 25 desa" isi cuitan dalam berbentuk foto tersebut.

Sedangkan pada peraturan pemilihan bupati, camat dan kades harus bersikap netral dan pada peraturan yang berlaku mereka tidak boleh terlibat dalam kegiatan politik dan mendukung salah satu calon.

BACA JUGA:Cak Lontong Ungkap Banyak Tokoh Siap Dukung Pramono Anung & Rano Karno di Pilkada Jakarta 2024

BACA JUGA:KPU Buka Suara Jika Calon Tunggal Kalah di Pilkada 2024, Benarkah Diulang Tahun Depan?

Hal ini juga tertuang pada Pasal 490 dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, menyatakan bahwa kepala desa yang dengan sengaja membuat keputusan atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu dapat dikenakan sanksi pidana.

Sanksi tersebut berupa pidana penjara paling lama satu tahun dan denda paling banyak Rp12 juta.

Dan jika ada pelanggaran pada kenetralan pada suatu pilkada atau pemilu, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) harus melakukan investasi dan dapat melanjutkan proses pidana jika diperlukan.

Kategori :