Saat itu, kata dia, pengusulnya berasal dari kalangan pengusaha yang awalnya meminta supaya pemerintah menurunkan tarif pajak penghasilan (PPh) Badan supaya setara dengan Singapura.
BACA JUGA:Pakar FEB Unair Ungkap Kenaikan Pajak PPN 12 Persen 2025 : Masyarakat Akan Kembali Pakai Tunai
Usulan bermula saat pengusaha ingin agar pemerintah menurunkan PPh Badan yang pada 2015 lalu masih 25 persen menjadi tinggal 17 persen seperti di Singapura supaya investasi bisa mengalir deras ke Indonesia.
Usulan itu disampaikan pengusaha kepadanya saat masih menjadi menteri keuangan pada 2015 lalu.
"Sejujurnya memang saya pribadi pernah dapat usulan itu dari dunia usaha di 2015. Waktu saya menkeu, sudah muncul wacana itu. Supaya gimana kalau kita bisa bersaing dengan Singapura, mendapatkan investasi lebih besar, bapak turunkan PPh Badan sampai ke level yang kita bersaing dengan Singapura," kata Bambang.
Mendengar usulan itu, Bambang bertanya kepada pengusaha yang memberi usul,"Jika pemerintah menurunkan tarif PPh Badan, bagaimana pemerintah bisa tetap menjaga sisi penerimaan pajak?"
BACA JUGA:Banjir Penolakan! Pemerintahan Prabowo Tetap Kekeh Menaikkan Pajak PPN 2025, Ini Alasannya
Pemerintah bisa menambal penerimaan pajak dari turunnya tarif PPh Badan itu dengan menaikkan tarif PPN secara bertahap.
Mendengar jawaban itu, Bambang sontak mengatakan tidak adil jika menurunkan tarif PPh Badan dengan menaikkan tarif PPN.
Pasalnya, PPN dikenakan terhadap barang dan jasa yang digunakan seluruh penduduk Indonesia, sedangkan PPh Badan hanya dikenakan bagi perusahaan yang telah menjadi wajib pajak atau penghasilannya sudah tinggi.
"Sehingga secara instan saya menolak," katanya.
Namun setelah tak menjadi menteri keuangan, Bambang mengatakan pengusaha belum berhenti.
Mereka tetap berupaya agar tarif PPH bisa turun dan PPN naik, Akhirnya upaya itu gol lewat penerbitan Undang-Undang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Pada 2022, tarif PPh turun menjadi 22 setelah keluarnya UU HPP. Sementara tarif PPN juga naik bertahap dari 10 persen ke 11 persen dan menjadi 12 persen mulai 2025 nanti.
"Dan saya perhatikan butuh waktu lama dari 2015 sampai UU HPP itu terbit 2021 itu ada enam tahun kan. Nah saya nggak ngerti kenapa dilakukan itu karena sudah tahu konsekuensinya harus naikkan PPN," kata Bambang.