Bukan Konflik Timur Tengah, Harga Minyak Dunia Ambrol Gara-gara China, Kok Bisa? Simak Penjelasannya!
Harga minyak dunia ambrol menyusul rilis data inflasi China yang mengecewakan dan ketidakjelasan terkait rencana stimulus ekonomi dari Beijing.--istimewa
Namun gagal memenuhi ekspektasi pasar. Sementara itu, indeks harga produsen turun dengan laju tercepat dalam enam bulan terakhir, yaitu 2,8 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
"Langkah-langkah fiskal yang diperlukan untuk mengurangi risiko penurunan pertumbuhan dan memulihkan kepercayaan konsumen di China sangat jelas tidak ada," ujar analis pasar IG, Tony Sycamore, dalam catatannya.
BACA JUGA:Gegara Ini, Harga Minyak Anjlok 5 Persen, Sentuh Level Terendah Sejak Desember 2023!
BACA JUGA:Harga Minyak Makin Panas saat Ekspektasi Penurunan Suku Bunga Menguat, Ini Pemicunya!
Pada Sabtu lalu, Beijing mengumumkan akan meningkatkan penerbitan utang, tetapi tidak merinci berapa besar anggaran tersebut.
Pada Jumat lalu, harga minyak sempat naik 1 persen, didorong oleh kekhawatiran akan gangguan pasokan dari Timur Tengah serta dampak Badai Milton terhadap permintaan bahan bakar di Florida.
Selain itu, Amerika Serikat memperluas sanksi terhadap Iran sebagai tanggapan atas serangan pada 1 Oktober yang menargetkan Israel.
Sanksi tersebut ditujukan kepada "armada hantu" yang mengangkut minyak ilegal ke berbagai negara.
Berdasarkan laporan perusahaan jasa energi Baker Hughes, di pasar AS, perusahaan-perusahaan energi menambah jumlah rig minyak dan gas untuk pertama kalinya dalam empat minggu terakhir.
BACA JUGA:Iran Vs Israel Memanas, Harga Minyak Berpotensi Meroket Akibat Konflik Tersebut, Kok Bisa?
Jumlah rig sebagai indikator awal produksi masa depan naik satu menjadi 586 dalam sepekan hingga 11 Oktober.
Dampak Badai Milton sempat meningkatkan permintaan jangka pendek di AS karena evakuasi menyebabkan lonjakan konsumsi bensin.
Namun, lemahnya permintaan secara keseluruhan tetap mendominasi prospek fundamental pasar minyak.
Perusahaan minyak besar BP juga mencatat penurunan laba kuartal ketiga sebesar US$600 juta pada Jumat lalu, akibat margin penyulingan yang melemah di tengah perlambatan konsumsi minyak global.