"Ini merupakan tradisi leluhur yang turun temurun. Inilah gelaran secara genetik," jelasnya.
Namun jika garis dari ibunya orang komering dan ayahnya bukan komering atau cucu perempuan dari anak laki-laki ataupun anak perempuan itu menurun Gelar Penyansan.
“Penyansan ini ada dua, pertama dalam bentuk barang. Misal lemari dari keluarga besar. Ada lagi yang berbentuk non barang, bisa berupa Gelaran Penghormatan,”jelasnya.
Untuk Gelar Penyansan, dari Umbay Akasnya mungkin karena adanya pertimbangan khusus karena ada kelebihan dari cucu tersebut
Kedua adalah pemberian gelar non genetik atau gelaran bagi bukan garis keturunan Komering. “Adok atau gelaran itu diberikan, disebut Adok Pengankonan,”katanya.
BACA JUGA:Sempurnakan Kamus Bahasa Komering
“Misalnya diberikan kepada sesorang yang sudah lama berdomisili di Komering, dianggap telah berbuat baik atau berjasa, dan juga sudah kental pergaulan, serta sudah dianggap keluarga sendiri,’ujarnya.
Hanya saja kata dia Adok itu tidak bisa lebih tinggi atau tidak sama dengan pemberi gelar. Diantara gelar adat tersebut misalnya Raden Kapitan, Jaya Kapitan, Temenggung Kapitan,”jelas Leo.
"Dulu gelar adat ini menunjukan status sosial dan ekonomi. Misalnya digelar Raja artinya dari bangsawan dan kekayaan yang lebih," katanya.
Selain Adok Genetik dan Non Genetik tadi kata Leo, ada juga gelar adat komering juga bisa deberikan sebagai tanda penghormatan.
BACA JUGA:Pesona Indah Gili Kondo, Bisa Jadi Pilihan Tempat wisata Bersama Keluarga..
"Gelar ini kita berikan mereka yang memiliki jabatan pemerintahan dan non pemerintahaan. Baik orang komering maupun bukan komering," katanya.
Dia mengatakan adok bagi pemimpin ini bisa ditingkat kabupaten, provinsi, tokoh nasional, petinggi nasional, hingga presiden.
“Ada 2 Presiden Republik Indonesia yang pernah diberikan Adok atau Jajuluk atau Gelaran dari Suku Komering,”katanya.
Pertama kata dia adalah Megawati Sukarno Putri, peresiden ke 5 Indonesia.
Megawati menerima gelar tersebut bersama dengan almarhum suaminya Taufiq Kiemas, di Stadion Utama Gelora Sriwijaya, Jakabaring Palembang, 26 Juni 2004 lalu.
BACA JUGA: Iluni FHUI Minta Capres dan Cawapres Mundur Dari Jabatan Publik: Ini Penyebabnya..