Rupiah dan Mayoritas Mata Uang Asia Awali Tahun di Zona Merah, Apa Sebab?

Selasa 02 Jan 2024 - 17:05 WIB
Reporter : Ramadhan Evrin
Editor : Ramadhan Evrin

Namun sebelum pembacaan bulan Maret, kata Ibrahim, The Fed masih harus menghadapi serangkaian pembacaan perekonomian.

“Terutama mengenai inflasi dan pasar tenaga kerja,” terangnya.

Dari dalam negeri, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi Indonesia pada tahun 2023 sebesar 2,61 persen yoy.

Terendah dalam dua dekade terakhir.

BACA JUGA:Rupiah dan Mayoritas Uang Asia Jeblok di Awal Pekan, Ini Biang Keroknya!

Rendahnya inflasi pada 2023 didorong pengendalian yang baik oleh pemerintah maupun Bank Indonesia (BI).

Apalagi pada 2023 ada ketidakpastian yang membayangi pergerakan inflasi dalam negeri.

Salah satunya fenomena El Niño atau kekeringan panjang.

Selain itu, inflasi pada tahun 2023 rendah karena faktor basis tinggi.

BACA JUGA:Pergerakan Rupiah Pekan Depan, Apa Efek Keputusan The Fed Tahan Suku Bunga Masih Akan Berlanjut?

Pada 2022, ada kenaikan harga BBM bersubsidi yang menyulut inflasi.

Sesuai pola musiman, biasanya tingkat inflasi akan menurun pada satu tahun setelah tahun adanya kenaikan harga BBM bersubsidi.

Kemudian, pasar juga memantau tentang kondisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023 yang tercatat mengalami defisit Rp241,4 triliun per 28 Desember 2023.

Angka defisit tersebut didapatkan dari realisasi pendapatan negara yang mencapai Rp2.725,4 triliun.

BACA JUGA:Rupiah Potensi Lanjut Perkasa Usai Kode Keras The Fed Pangkas Suku Bunga

Sementara belanja negara terealisasi senilai Rp2.966,8 triliun.

Kategori :