Intervensi pemerintah pada pemilihan ketua umum (ketum) partai membantu mewujudkan fusi partai-partai Islam menjadi PPP pada Oktober 1972.
BACA JUGA:Implikasi Hak Angket Pemilu 2024 Makin Memanas, Menguak Keresahan dan Tantangan Pilpres
Kebijakan itu diambil dengan alasan menjaga stabilitas politik di Indonesia.
Selama Orde Baru, PPP menjadi salah satu pilihan utama bagi tokoh-tokoh Islam dan pendukungnya.
Namun, seiring dengan berjalannya waktu, PPP harus bersaing ketat dengan partai-partai lainnya di era reformasi.
Penurunan suara PPP dari pemilu ke pemilu, terutama pada pemilu 2024 di mana PPP gagal mencapai parlemen, menunjukkan pergeseran politik dan elektoral yang signifikan di Indonesia.
BACA JUGA:Awas! Terkait Dana Kampanye, Peserta Pemilu Bisa Dijerat Pidana jika Terbukti Melakukan Ini
BACA JUGA:Mahasiswa Mengapresiasi KPU dan Polri dalam Pemilu 2024
Seperti diberitakan, baru pertama kalinya, PPP terancam gagal lolos ke senayan.
Pasalnya partai bergambar ka’bah itu, tak melampui ambang batas parlemen atau parliamentary sebesar 4 persen pada Pemilihan Legislatif (Pileg) DPR RI 2024.
Buktinya hasil rekapitulasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, PPP hanya berhasil meraih 3,87 persen suara sah nasional.
Dari total 84 daerah pemilihan (dapil), PPP hanya mampu mengumpulkan 5.878.777 suara.
BACA JUGA:Anggota Komite HAM PBB Pertanyakan Netralitas Jokowi Terkait Pencalonan Gibran Pada pilpres 2024
Meskipun jumlah suara yang diperoleh terbilang signifikan.