Fokus pasar saat ini tertuju pada data non-farm payroll yang akan dirilis dalam waktu dekat sebagai indikator lebih lanjut tentang kondisi ekonomi AS.
BACA JUGA:Rupiah Tak Bertenaga saat Pasar Optimis Pemangkasan Suku Bunga The Fed, Kok Bisa?
BACA JUGA:Rupiah Loyo Dua Hari Beruntun, Akhir Pekan Ditutup ke Rp16.191 per USD, Dipicu Tensi China – AS?
Pendinginan pasar tenaga kerja semakin mendorong prospek penurunan suku bunga acuan The Fed.
Selain itu, pasar juga memperhatikan perkembangan ketegangan geopolitik di Timur Tengah pasca serangan yang menewaskan pemimpin Hamas Ismail Haniyeh di Teheran, Iran.
Termasuk keputusan Bank Sentral Jepang (BoJ) yang menaikkan suku bunga sebesar 15 basis poin dan berencana untuk menaikkan suku bunga lebih lanjut tahun ini.
Sementara itu, dari sentimen domestik, Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan kondisi deflasi atau penurunan harga barang yang terjadi dalam tiga bulan berturut-turut tidak dapat disimpulkan sebagai penurunan daya beli masyarakat pada pertengahan tahun ini.
BACA JUGA:Pasar Tunggu Hasil Rapat BI, Nilai Tukar Rupiah Pagi Ini Dibuka Menguat Jadi Segini
BACA JUGA:Rupiah Awal Pekan Dibuka Melemah Terhadap Dolar AS, Efek Penembakan Donald Trump?
Deflasi saat Juli 2024 terjadi dipicu penurunan harga komoditas pangan, mulai dari bawang merah hingga daging ayam imbas pasokan yang cukup di pasar.
Menurut hukum penawaran dan permintaan, ketika suplai melimpah dan permintaan tetap, harga akan turun.