BACAKORAN.CO – Aturan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden dalam Undang-Undang (UU) Pemilu digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Gugatan yang diajukan oleh pemerhati pemilu, Titi Anggraini, bersama Jaringan Demokrasi dan Pemilu Berintegritas (NETGRIT) itu disidangkan dengan agenda perbaikan permohonan pada Kamis (22/8/2024).
Sidang digelar hanya dua hari setelah MK mengubah syarat umur dan ambang batas pencalonan kepala daerah.
"Para pemohon mengusulkan agar partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki kursi di DPR dapat mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden tanpa ambang batas," ujar Titi dalam keterangan tertulis, Jumat (23/8).
BACA JUGA:DPR Batalkan Pengesahan RUU Pilkada Demi Patuhi Putusan MK, Percaya? Simak Pernyataan Lengkapnya!
BACA JUGA:Drama di Parlemen: DPR Ikuti Putusan MK, Revisi UU Pilkada Batal Disahkan
Namun, partai politik yang tidak memiliki kursi di DPR masih bisa mencalonkan pasangan presiden dan wakil presiden jika mereka bergabung dengan partai lain.
Koalisi tersebut harus terdiri dari minimal 20 persen dari total partai politik peserta pemilu.
Sebagai contoh, jika terdapat 18 partai politik yang mengikuti pemilu, maka minimal tiga partai nonparlemen harus membentuk koalisi untuk bisa mencalonkan presiden dan wakil presiden.
"Kewajiban partai politik nonparlemen untuk bergabung akan memperlihatkan kematangan struktur politik dan menunjukkan keseriusan mereka dalam pencalonan," kata Titi.
BACA JUGA:DPR Tolak Putusan MK tentang UU Pilkada, Muhammadiyah Beri Pesan Menohok, Bilang Begini!
Pembedaan perlakuan ini, terangnya, masih dalam batas yang dapat diterima dan sesuai dengan logika MK dalam Putusan Nomor 55/PUU-XVIII/2020, yang membedakan verifikasi antara partai politik parlemen dan nonparlemen peserta pemilu.
Dalam UU Pemilu saat ini, ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden adalah 20 persen dari jumlah kursi di DPR RI atau 25 persen dari suara sah nasional pada pemilu sebelumnya.
Para pemohon berpendapat ambang batas ini bertentangan dengan semangat keberagaman yang diatur dalam Pasal 6A ayat (3) UUD NRI 1945 serta prinsip keadilan yang tercantum dalam Pasal 22E ayat (1) UUD NRI 1945.