BACAKORAN.CO - Tajikistan, sebuah negara mayoritas Muslim di Asia Tengah, baru-baru ini mengesahkan undang-undang yang melarang penggunaan hijab.
Keputusan ini tentu menimbulkan pertanyaan, mengapa hal ini dilakukan?
Pemerintah Tajikistan telah mengesahkan undang-undang yang melarang penggunaan hijab di negara mereka.
Keputusan ini mengejutkan mengingat mayoritas penduduk Tajikistan, sekitar 96 persen, menganut agama Islam.
BACA JUGA:Fenomena childfree Menjadi Perhatian Serius BKKBN: Berpotensi Membahayakan Bangsa, Kok Bisa?
BACA JUGA:Belajar kepada 1 Habib Bodoh lebih Bagus dari 70 Kyai Alim, Benarkah? Ini Jawaban Buya Yahya
Undang-undang tersebut melarang penggunaan "pakaian asing" seperti hijab atau jilbab, dan mendorong warga untuk mengenakan pakaian nasional negara tersebut.
Pelanggar undang-undang ini akan dikenai denda, dengan besaran yang bervariasi tergantung pada status sosial.
Langkah ini merupakan bagian dari serangkaian tindakan terkait agama yang dilakukan pemerintah Tajikistan.
Pemerintah menjelaskan bahwa langkah ini diambil untuk melindungi nilai-nilai budaya nasional dan mencegah ekstremisme.
BACA JUGA:Begini Cara Kemenparekraf Jadi Juru Selamat Lemahnya Nilai Tukar Rupiah
BACA JUGA:Waspada! Penipuan Berkedok Dana Sumbangan, Nama Sekda Sinjai Jadi Korban...
Presiden Tajikistan, Emomali Rahmon, telah lama berkomitmen untuk memberantas ekstremisme di negaranya.
Setelah mengakhiri perang sipil pada tahun 1997, Presiden Rahmon berusaha hidup berdampingan dengan oposisi, termasuk Partai Kebangkitan Islam Tajikistan (TIRP).
Namun, ia berhasil menyingkirkan TIRP dari kekuasaan setelah partai tersebut dituduh terlibat dalam upaya kudeta.