BACAKORAN.CO - Kasus dugaan penganiayaan yang melibatkan Supriyani, seorang guru honorer di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, semakin mendapat perhatian publik.
Supriyani dilaporkan oleh Aipda Wibowo Hasyim, seorang anggota kepolisian yang menuduh bahwa anaknya, Muhammad Chaesar Dalfa mengalami kekerasan di sekolah oleh guru tersebut.
Namun, kasus ini menimbulkan sejumlah kejanggalan yang mulai mencuat di media sosial, terutama setelah adanya pernyataan dari Ketua PGRI Sultra, Abdul Halim Momo.
Menurut Abdul Halim, terdapat beberapa keanehan dalam proses penanganan kasus ini.
BACA JUGA:Menag RI Minta Kirim 200 Guru Bahasa Arab, Menteri Wakaf Mesir Sanggupi 2.000
Dalam sebuah video yang diunggah di akun X, Abdul Halim mengungkapkan bahwa dua saksi anak yang diajukan merupakan tetangga korban, dan orang tua mereka bekerja pada pihak yang melaporkan Supriyani.
“Saya tidak mengerti hukum, namun ada 2 saksi anak yang digunakan dan merupakan anak dari tetangga korban, di mana orang tuanya bekerja pada pihak yang mengadukannya,” ujarnya.
Lebih jauh, Abdul Halim juga mengungkap adanya tuntutan agar Supriyani membayar Rp 50 juta dan mengundurkan diri dari posisinya sebagai guru di SDN 4 Baito.
"Ini ada apa, ini kriminalisasi," tegasnya.
Selain itu, ia mempertanyakan hasil visum yang menunjukkan adanya luka merah yang menurutnya lebih cocok disebabkan oleh benda tajam.
sementara korban justru mengakui bahwa luka tersebut terjadi karena jatuh di sawah.
Kasus ini sebelumnya telah dimediasi oleh Kepala Desa, namun dengan permintaan yang dianggap tidak wajar, yaitu pembayaran uang dan pengunduran diri Supriyani.
Hal ini semakin memperkuat dugaan adanya kriminalisasi terhadap guru honorer tersebut.