Namun setelah tak menjadi menteri keuangan, Bambang mengatakan pengusaha belum berhenti.
Mereka tetap berupaya agar tarif PPH bisa turun dan PPN naik, Akhirnya upaya itu gol lewat penerbitan Undang-Undang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Pada 2022, tarif PPh turun menjadi 22 setelah keluarnya UU HPP. Sementara tarif PPN juga naik bertahap dari 10 persen ke 11 persen dan menjadi 12 persen mulai 2025 nanti.
"Dan saya perhatikan butuh waktu lama dari 2015 sampai UU HPP itu terbit 2021 itu ada enam tahun kan. Nah saya nggak ngerti kenapa dilakukan itu karena sudah tahu konsekuensinya harus naikkan PPN," kata Bambang.
Bambang berargumen seharusnya Indonesia tidak perlu bersaing untuk menurunkan tarif PPh Badan dengan Singapura.
Karena dari sisi demografi dan geografi sangat berbeda, Singapura hanyalah negara satu pulau kecil dengan jumlah penduduk sedikit, sedangkan Indonesia negara kepulauan terbesar di dunia.
"Menurut saya kompetisi yang tidak fair karena berapapun pajak yang diterima Singapura hanya untuk keperluan 5 juta penduduk dengan 1 pulau. Jadi keperluannya Singapura mau seroyal-royalnya orang Singapura pasti kecil, nggak banyak. Jadi pajak pun kalau mereka mau tarif di bawah itu nggak masalah," ucap Bambang.
BACA JUGA:Kenaikan Pajak 12 Persen? PLN Beri Diskon Listrik 50 Persen Selama 2 Bulan, Catat Tanggal Berlakunya
Sebelumnya, Pemerintah resmi mengumumkan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen yang berlaku mulai 1 Januari 2025.
Kebijakan baru ini juga memengaruhi sistem pembayaran Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS).
Pakar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga (FEB Unair), Prof Dr Rahmat Setiawan SE MM berpendapat jika PPN 12 persen berlaku dalam transaksi QRIS.
Maka masyarakat akan kembali berbondong-bondong menggunakan pembayaran tunai.
BACA JUGA:Keukeh Berlakukan PPN 12 Persen di 2025, Kemenkeu Beberkan Dampak Positifnya, Mau Gocek Rakyat?
"Kalau memang pake QRIS ternyata juga terkena dampak PPN 12%, tentu yang masyarakat akan kembali ke tunai. Ngapain pilih QRIS kalau memang nanti kena PPN 12%? Jadi, perilaku orang itu sebenarnya rasional dan akan selalu menyesuaikan," jelasnya dalam laman Unair.
Prof Rahmat menyayangkan kenaikan PPN 12 persen berlaku di transaksi QRIS.