Ia menjelaskan undang-undang baru ini akan mengubah referensi terhadap laki-laki, perempuan, suami, dan istri dalam undang-undang perkawinan menjadi istilah yang netral gender.
Undang-undang ini juga memberikan pasangan sesama jenis hak yang sama seperti pasangan heteroseksual dalam hal adopsi dan warisan.
Perdana Menteri Srettha Thavisin yang vokal mendukung komunitas LGBTQ dan RUU ini, akan membuka kediaman resminya bagi para aktivis dan pendukung untuk merayakan setelah pemungutan suara.
BACA JUGA:OMG, Nepal Tikung Thailand soal Pernikahan Sesama Jenis
BACA JUGA:Astagfirullah, Thailand Segera Akan Legalkan Pernikahan Sesama Jenis..
Para aktivis juga akan mengadakan aksi di pusat kota Bangkok, seperti mengibarkan bendera pelangi di pusat perbelanjaan besar untuk menunjukkan dukungan selama 'Pride Month' pada Juni ini.
Pemungutan suara ini terjadi setelah Thailand lama dikenal toleran terhadap komunitas LGBTQ.
Survei yang dilaporkan di media lokal juga menunjukkan dukungan publik yang luar biasa terhadap kesetaraan pernikahan.
Adapun sejak Belanda menjadi negara pertama yang merayakan pernikahan sesama jenis pada 2001, saat ini terdapat lebih dari 30 negara di berbagai belahan dunia telah melegalkan pernikahan bagi semua orang.
BACA JUGA:Terungkap Kaum LGBTQ! Prajurit Kostrad TNI AD Lakukan Pelecehan Sesama Jenis
BACA JUGA:GAWAT! Rusia Akan Sahkan UU LGBT Masuk Organisasi Teroris
Namun, di Asia, hanya Taiwan dan Nepal yang mengakui kesetaraan pernikahan.
Di Thailand, pemungutan suara ini merupakan puncak dari kampanye bertahun-tahun dan upaya yang gagal untuk mengesahkan undang-undang perkawinan yang setara.
Meski langkah ini mendapat dukungan rakyat, sebagian besar penduduk Thailand yang mayoritas beragama Buddha masih mempertahankan nilai-nilai tradisional dan konservatif.