BACAKORAN.CO - Saling berbalas serangan antara pasukan Israel dan kelompok Hizbullah semakin memanas.
Banyak negara yang mencekam Israel dan memintanya untuk segera melakukan gencatan senjata, bahkan Amerikapun ikut memintanya.
Pemerintah Israel menolak proposal yang didukung Amerika Serikat, terkait gencatan senjata dengan kelompok Hizbullah di Lebanon.
AS dan sekutunya sebelumnya telah mengeluarkan seruan bersama, untuk gencatan senjata selama 21 hari di Lebanon.
Setelah serangan udara Israel ke kelompok itu menewaskan ratusan orang dan hingga puluhan ribu lainnya harus mengungsi.
BACA JUGA:Boikot Labubu! Boneka Viral Kesayangan Lisa BLACKPINK Ternyata Produk Israel, Kok Bisa?
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengatakan pemerintahnya bahkan belum menanggapi proposal itu, dan malah memerintahkan militer untuk terus bertempur dengan kekuatan penuh melawan Hizbullah.
Padahal Gedung Putih menyatakan tawaran gencatan senjata itu sudah dikoordinasikan dengan Israel, sebelum diumumkan.
"Pernyataan itu memang sudah dikoordinasikan dengan Israel. Kami merasa nyaman dalam merilis itu tadi malam," kata Sekretaris Pers Gedung Putih, Karine Jean-Pierre.
Surat kabar Israel Haaretz pun sebelumnya memberitakan bahwa Netanyahu dan beberapa menteri yang pro dengannya telah menerima informasi soal proposal itu secara berkala, dan telah memberikan "restu" mereka.
BACA JUGA:Berani Boikot Aqua? Ini 6 Merek Air Mineral Segar yang Anti Afiliasi Israel!
Namun, saat dalam perjalanan ke New York untuk menghadiri Sidang Majelis Umum PBB, Netanyahu mengubah pendiriannya sebagai tanggapan atas kritik tajam dari beberapa menteri di dalam kabinet Israel sendiri.
Tiga menteri utama dalam koalisi pemerintah Netanyahu secara terbuka menyatakan menentang proposal gencatan senjata itu.
Menteri Keuangan Israel, Bezalel Smotrich, salah satunya bersikeras bahwa melanjutkan perang melawan Hizbullah adalah satu-satunya jalan.
"Serangan di utara harus diakhiri dengan satu hasil: menghancurkan Hizbullah dan menghilangkan kemampuannya untuk menyakiti warga [Israel] di utara," kata Smotrich.