Mereka berharap keadilan yang sesungguhnya bisa ditegakkan.
BACA JUGA:Heboh! Uang Damai Kasus Rudakpaksa Kakak dan Adik Purworejo Disikat Oknum Perangkat Desa
Seorang anggota keluarga menyatakan bahwa mereka menginginkan hukuman lebih berat, paling tidak 15 atau 20 tahun, yang setara dengan tindakan kejam yang dilakukan kepada Dini.
"Sujud syukur, kita lega karena sudah ada tindakan dari Mahkamah Agung. Harapannya nanti pas banding bisa lebih adil, karena keluarga ingin agar pelaku dihukum lebih berat, sesuai dengan pasal-pasal yang seharusnya dikenakan," ujar pihak keluarga.
Dengan adanya penangkapan ketiga hakim ini, Mahkamah Agung bergerak cepat membatalkan putusan bebas yang sempat diberikan kepada Ronald Tannur.
Langkah ini memunculkan harapan bahwa proses hukum berikutnya akan berjalan lebih adil dan tanpa intervensi.
BACA JUGA:Art di Jakarta Utara Ditemukan Tewas Nyaris Tanpa Busana di dalam Toren Air, Ini Kondisinya
BACA JUGA:Begal Payudara Kembali Beraksi, Pelakunya Pria Gendut Bermotor Mio Merah
Publik pun kini berharap bahwa kasus ini bisa menjadi contoh bagi perbaikan sistem hukum di Indonesia, terutama dalam menghadapi dugaan suap yang mencederai kepercayaan masyarakat.
Kasus Ronald Tannur tidak hanya menjadi ujian bagi dunia peradilan Indonesia tetapi juga menjadi pelajaran penting bahwa keadilan harus ditegakkan dengan transparansi.
Terutama bagi keluarga korban yang masih berjuang untuk mendapatkan keadilan yang sebenarnya.
BACA JUGA:Hotman Paris Meledak! Pemerkosaan Kakak Adik Purworejo oleh 13 Pria, Diduga Ditutupi Petinggi Desa
Tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya terpaksa harus menjalani pemeriksaan di Kantor Kejaksaan Tinggi Jawa Timur setelah ditangkap terkait dugaan suap dan gratifikasi.
Ketiga hakim tersebut, Heru Anand, Mangapul dan Damanik, merupakan majelis hakim yang memutuskan perkara anak mantan anggota DPR RI, Gregorius Ronald Tanur, yang didakwa menganiaya dan membunuh kekasihnya, Din.