Mary Jane Veloso ditangkap pada 25 April 2010 di Bandara Adisutjipto, Yogyakarta, karena kedapatan membawa narkoba jenis heroin seberat 2,6 kilogram.
BACA JUGA:Gerebek Kampung Narkoba Polisi Diteriaki Rampok, Amankan Narkoba dan Air Soft Gun
BACA JUGA:Jual Narkoba Kepada Polisi yang Menyamar Pasangan Suami Istri Masuk Bui, Bandarnya Nyusul
Pengadilan Negeri Sleman memvonisnya hukuman mati pada Oktober 2010 atas pelanggaran Pasal 114 ayat (2) UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Mary Jane masuk dalam daftar terpidana mati yang dijadwalkan dieksekusi di Nusakambangan pada April 2015.
Namun, eksekusi tersebut ditunda setelah Mary Jane mengklaim jika ia hanya menjadi korban yang diperdaya untuk membawa narkoba oleh sindikat internasional.
Presiden Filipina saat itu, Benigno Aquino III, juga sempat meminta pengampunan kepada Presiden Indonesia kala itu, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
BACA JUGA:2 Pengedar Narkoba Ditangkap di Gang Sempit, Polisi Sita 2,3 Kg Sabu dan 4.496 Butir Pill Ekstasi
Penundaan hukuman mati Mary Jane sejalan dengan kebijakan moratorium eksekusi yang diterapkan saat itu.
Mary Jane: Korban Kemiskinan
Dalam unggahannya, Bongbong Marcos menggambarkan Mary Jane sebagai seorang ibu yang terjebak dalam lingkaran kemiskinan.
Kondisi tersebut, menurutnya, membuat Mary Jane mengambil keputusan yang mengubah hidupnya secara tragis.
BACA JUGA:Operasi Besar! Polda Kalsel Bongkar Jaringan Narkoba Internasional dan Amankan 70 Kg Sabu
BACA JUGA:Curi Motor Barter Dengan Narkoba, Pencuri dan Bandar Masuk Bui
"Meski ia bersalah, Mary Jane adalah korban dari keadaan yang memaksa," ujar Bongbong.