BACAKORAN.CO – Pelantikan Prabowo Subianto sebagai Presiden ke-8 Republik Indonesia tinggal menghitung hari.
Dijadwalkan pada 20 Oktober mendatang.
Pelantikan ini akan menandai berakhirnya kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang telah berlangsung selama dua periode.
Meski banyak capaian, salah satu warisan yang paling mencolok adalah tingginya utang luar negeri (ULN) yang akan menjadi tantangan besar bagi pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Prabowo.
BACA JUGA:Giliran Raffi Ahmad di Panggil Prabowo, Akankah Jadi Wakil Menteri?
BACA JUGA:Jokowi Berhentikan Kepala BIN Budi Gunawan, Benarkah Akan Masuk Kabinet Prabowo?
Bank Indonesia (BI) melaporkan posisi utang luar negeri Indonesia mencapai US$425,05 miliar pada akhir Agustus 2024, meningkat 7,3 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.
Angka ini menjadi rekor tertinggi sepanjang sejarah Indonesia sejak 1998, seperti dilansir dari Bloombergtechnoz.
Jika dikonversi ke dalam rupiah, dengan kurs saat ini, nilai utang tersebut setara dengan Rp6.635,39 triliun.
Lonjakan ULN tersebut terjadi pada semua sektor, mulai dari pemerintah, bank sentral, hingga sektor swasta.
BACA JUGA:Raffi Ahmad dan Gus Miftah Masuk Kabinet Prabowo, ini Tugas Penting yang Akan Mereka Emban
Bank sentral mencatat kenaikan ULN yang paling signifikan, dengan pertumbuhan hingga 189 persen year-on-year (yoy), dari US$9,27 miliar pada Agustus 2023 menjadi US$26,78 miliar pada Agustus 2024.
Sementara itu, ULN pemerintah naik sebesar 4,6 persen menjadi US$200,42 miliar, dan sektor swasta mencatat peningkatan 1,3 persen yoy dengan posisi ULN mencapai US$197,84 miliar.
Peningkatan utang ini menjadi sinyal peringatan, terutama dengan naiknya rasio ULN jangka pendek terhadap total utang dan juga rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang terus merangkak naik.